Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun
1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With
Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John
Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni
economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the
World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report
(1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit,
planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi
belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004).
Undang – Undang CSR
Di Tanah Air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR ”dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini
telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha
perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau
investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan
nasional.
Jika dicermati, peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Definisi CSR (Corporate
Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab
mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh
bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi
perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSRtimbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih
penting daripada sekedar profitability.
Seberapa jauhkah CSR berdampak positif bagi masyarakat ?
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan
sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain,
terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran
pemerintah yang terkait dengan CSRmeliputi pengembangan kebijakan yang
menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan
kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah
daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat
mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum
dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang
dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan
krisis melalui CSR (Corporate Social
Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi
fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah
memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau
terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses
interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses
interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman
satu pihak terhadap yang lain.
Perusahaan yang
sudah menerapkan CSR menurut saya perusahaan PLN. Perusahaan ini banyak sekali
membantu masyarakat, contohnya adalah memberikan pendidikan dan penyuluhan
gratis kepada masyarakat demi meningkatkan kemandirian masyarakat. Disamping itu
pula perusahaan PLN memberikan Program Desa Mandiri Energi diantaranya.
1.
Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro, alat ini menggunakan pasokan air yang ada di daerah terpencil.
2.
Pembangkit Listrik Biogas, alat
ini menggunakan kotoran ternak.
Masyarakat tentunya
sangat terbantu oleh PT. PLN karena listrik telah sampai ke rumah mereka. Melihat
bahwa listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat, maka penting sekali bagi PT.
PLN dan masyarakat untuk bergandengan tangan agar kedua belah pihak saling
menguntungkan.
Sumber : http://www.usaha-kecil.com
http://www.pln.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar